Kalo ditanya apa isi teks sumpah pemuda itu, bisa jadi ada diantara driser yang hapal di luar kepala. Saking hapalnya, kalo diminta untuk menyebutkan dia akan cari tuh buku catatannya. Iya dong. Kan hapalnya di luar kepala, bukan dalam ingatan. Hehehe....
Sekedar ngingetin aja nih. Seperti diucapkan para pemuda dalam Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta dulu: 1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. 2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertanah air satu, tanah air Indonesia. 3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Itulah bunyi teksnya. Kalo kita ikutin rekontruksi proses lahirnya Sumpah Pemuda, ternyata ada catatan penting yang patut kita kritisi. Begini ceritanya. Sebelum tahun 1928, organisasi pemuda itu bejibun jumlahnya dengan tujuan dan asas yang berbeda-beda. Ada Jong Ambon, Jong Java, Jong Sumatera, dan Jong Bon Jovi (hehehe...bukan ding!). Ada juga organisasi pemuda yang menjadikan Islam sebagai ikatan di antara mereka. Nah, mereka semua itu yang tadinya tercerai-berai di berbagai daerah disatukan dalam semangat Indonesia. Singkat cerita, jadilah para pemuda tempo doeloe ini diikat dalam ikatan nasionalisme; Indonesia. Tanah air, bangsa, dan bahasa yang satu, yakni Indonesia. (Backsound: “Dari Mata Sang Garuda” besutan Pee Wee Gaskins).
Padahal, nasionalisme itu ikatannya rapuh dan tabiatnya buruk banget. Bener lho. Makanya nggak layak untuk dijadikan pengikat di antara kita. Kenapa bisa begitu?
Pertama, karena mutu ikatannya rendah, sehingga tidak mampu mengikat antara manusia satu dengan manusia lainnya tatkala menuju kebangkitan dan kemajuan. Kedua, karena ikatannya bersifat emosional, yang selalu didasarkan pada perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yaitu untuk membela diri. Disamping itu sangat berpeluang untuk berubah-ubah, sehingga tidak bisa dijadikan ikatan yang langgeng antara manusia satu dengan yang lain. Ketiga, karena ikatannya bersifat temporal, yakni muncul saat membela diri karena datangnya ancaman. Sedangkan dalam keadaan stabil, yaitu keadaan normal, ikatan ini tiada lagi berarti. Dengan demikian, tidak bisa dijadikan pengikat antara sesama manusia. Gitchu!
Sudah terbukti bahwa ikatan ini rentan banget terhadap goncangan. Kalau ada musuh mengancam negara dan bangsa, kita bangkit dan berjuang bersama. Pas nggak ada ancaman dari musuh atau musuh udah lari dari bumi nusantara, ikatan itu seolah hilang ditelah bumi. Kita adem ayem aja. Malah tak jarang diantara kita yang tadinya bersatu, jadi gontok-gontokan lantaran rebutan kepentingan. Itu sebabnya dalam Islam, nasionalisme (ashabiyah) mendapat kritikan tajam dan dikasih label haram untuk digunakan sebagai ikatan. Jadi, Ashabiyyah itu artinya semangat golongan. Dan dalam faktanya, semangat golonganisme ini terdapat di dalamnya sukuisme dan nasionalisme.
Rasulullah saw bersabda: “Bukan dari golongan kami siapa saja yang mengajak kepada ashabiyah, bukan pula dari golongan kami orang yang berperang karena ashabiyah, dan tidak juga termasuk golongan kami orang yang mati karena ashabiyah” (HR Abu Dawud).
Jadi, jangan sampe kita membela kelompok yang menyerukan semangat golongan. Padahal seharusnya kita membela kelompok, dimana dasar pembelaan kita adalah karena ikatan akidah Islam. Bukan yang lain. Sebab, inilah yang diperintahkan oleh Allah dalam firman-Nya:
“Berpegang teguhlah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai. Ingatlah akan nikmat Allah ketika kalian dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan hingga Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian, karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian agar kalian mendapat petunjuk.” (TQS Ali Imran [3]: 103)
Driser, kita mesti ngeh tenyata ada ikatan yang jauh lebih mulia dan kuat dibanding nasionalisme, yaitu ikatan akidah. Ikatan ini yang sejatinya kita pake untuk menyatukan perjuangan umat Islam di seluruh dunia untuk kebangkitan Islam dan kaum Muslimin. Meski labelnya ikatan akidah, bukan berarti kita bersikap diskriminatif dengan orang non muslim. Nggak banget. Justru, ikatan ini yang akan menjaga dan mengayomi seluruh penduduk bumi tanpa kecuali ketika khilafah tegak dan menerapkan syariah Islam secara kaffah alias menyeluruh. So, saatnya para pemuda Islam mengikrarkan ‘Kita hidup dan mati hanya untuk Islam. Bukan untuk yang lain!’. Allahu akbar![341]
0 komentar:
Posting Komentar