Dalam dunia dakwah, Ahmad Shiozaki Yuki termasuk manusia langka. Pasalnya, mendakwahi orang Jepang itu sulit sekali bahkan saking sulitnya, intelektual Muslim terkemuka di Jepang Prof Hasan Ko Nakata, mengumpamakannya seperti mendakwahi batu.
Makanya, betapa anehnya bila ada orang Jepang tiba-tiba datang ke masjid menyatakan diri ingin masuk Islam. Apalagi orang tersebut tidak pernah bertemu dan berkomunikasi dengan seorang Muslim pun.
Tapi begitulah Shiozaki, ia tiba-tiba datang ke sebuah masjid terbesar di Tokyo dan minta dibimbing mengucapkan dua kalimat syahadat. Kok bisa?
Masuk Islam
Kepada Media Umat Shiozaki menyatakan bahwa di Jepang orang-¬orangnya gila kerja. Tetapi itu malah membuat mereka stres. Hidup mereka hampa, materi yang dikumpulkannya tidak membuatnya bahagia tetapi malah semakin membuat resah saja. Sehingga sedikitnya 30.000 orang Jepang setiap tahun mati bunuh diri karena masalah ini.
Ia menyadari kehidupan sekulerlah biang keladinya. Oleh karena itu ia pun ingin hidup dalam ketaatan terhadap agama. Namun agama apa? Maka perjalanan spiritualnya pun di mulai sejak ia kuliah pada jurusan sastra di Universitas Kristen Internasional di Tokyo, Jepang (1996-2000).
Waktu itu, ia belajar tentang berbagai agama dari berbagai macam buku keagamaan seperti agama Kristen, Budha, Hindu, Islam dan lain-lain. Menurutnya, antara berbagai agama, Islam kelihatannya paling rasional. Lantaran Islam mengajar satu cara hidup untuk percaya Allah dan mengikut syariat yang diwahyukan oleh-Nya.
Setahun setelas lulus, tepatnya pada Februari 2001, ia pun memutuskan untuk masuk Islam. "Antara berbagai agama, Islam kelihatannya paling rasional. Saya pergi ke masjid terbesar di Tokyo, mengucap syahadat," ujarnya. Saat itulah kali pertama Shiozaki datang ke tempat ibadah orang Islam dan kali pertama pula ia bertemu dan berbicara dengan orang Islam. Sejak saat itu kata "Ahmad" disematkan di depan namanya.
Shiozaki sungguh beruntung datang ke masjid tersebut karena di samping dapat memerdalam akidah dan belajar ibadah mandah, ia pun dapat belajar politik Islam langsung dari Ko Nakata, yang menjadi mualaf pada 1983. (Kisah masuk Islamnya Ko Nakata bisa disimak di MU edisi 49).
"Prof Hassan Ko Nakata bekerja banyak untuk dakwah di Jepang dan menuntut membangun khilafah kembali bagi umat Islam” ungkap Shiozaki. Shiozaki dikatakan beruntung karena biasanya seoarang mualaf hanya bertemu ustadz yang hanya mengajarkan akidah dan ibadah mahdah saja. Bukan hanya mualaf, orang yang sejak lahir pun belum tentu dapat memahami politik Islam karena ia hanya belajar kepada orang yang tidak memahaminya.
Makanya ketika Media Umat bertanya tentang kewajiban menegakkan kembali khilafah jawabannya langsung nyambung.
Sejak sepuluh tahun lalu, ujarnya, Nakata mengajarkan pada dirinya bahwa pembinaan khilafah adalah tuntutan yang sangat penting sampai masa kini.
"Semua masalah umat Islam masa kini seperti masalah politik, ekonomi dan sebagainya sebenarnya disebabkan oleh ketiadaan khilafah. Khilafah diperlukan bagi Muslim untuk hidup mengikut syariat dengan sebenarnya;' ujarnya.
Shiozaki juga termasuk manusia langka di Jepang. Karena jumlah umat Muslim di Jepang itu kurang dari 0,01 persen. Dari 130 juta penduduk Jepang hanya 70-100 ribu orang saja yang memeluk Islam. Dan mayoritasnya adalah pendatang termasuk dari Indonesia. Dengan kata lain orang Jepang asli sangat-sangat sedikit.
Alhamdulillah, meski sudah masuk Islam Shiozaki tidak mengalami penentangan dari keluarga besarnya yang beragama Budha. Karena Jepang adalah masyarakat sekuler, yang tidak memedulikan apakah seseorang mau beragama atau pun tidak. Itu semua urusan pribadi dan tidak patut campur tangan pada kepercayaan orang lain.
Namun demikian, ia pun menyatakan bahwa mualaf lain kondisinya tidak seberuntung dia. Mereka mendapatkan penentangan yang kuat dari keluarganya yang masih memegang tradisi Budha atau pun Shinto.
Sedangkan di tempat kerja, Shiozaki pun tidak menghadapi masalah besar karena dirinya seorang akademisi. Karena di kampus itu pemikiran apa pun bebas berkembang. Beda dengan kondisi mualaf lain yang bekerja di instansi pemerintah atau swasta, pastilah akan mendapatkan masalah yang besar bila mencoba mengutarakan tuntutan politik atau pun agama.
"Sehingga banyak Muslimah diarahkan jangan memakai kerudung di tempat kerja karena takut memberi citra buruk kepada pelanggan,"ungkapnya.
Melanjutkan Kuliah
Sejak belajar Islam secara rutin kepada Ko Nakata, ia pun melanjutkan kuliah magister jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Internasional Malaysia, di Malaysia pada 2002-2005.
Kemudian kembali ke Jepang dan mengambil program doktoral yang berkonsentrasi pada studi Islam dan Administrasinya di Asia Tenggara di School of Teologi, Universitas Kristen Doshisha, Kyoto, Jepang pada 2006-2011.
Tentu saja di sana ia lebih sering lagi bertemu dengan Ko Nakata dan lebih banyak lagi belajar tentang Islam politik. Karena Ko Nakata adalah salah seorang guru besar di Fakultas Teologi tersebut. Setamat kuliah, ia pun menjadi asisten profesor di kampus yang sama hingga sekarang.
Bersama Ko Nakata dan mualaf pengusung khilafah lainnya, Shiozaki selalu berusaha untuk menyadarkan orang pentingnya menegakkan kembali khilafah untuk menyelamatkan manusia dari rusaknya sistem sekuler.
Meski seolah seperti mendakwahi batu, mereka tetap tidak putus asa berdakwah kepada mahasiswa dan dosen. Meski pihak kampus tidak suka tetapi mereka tidak bisa berbuat banyak. Jadi kalau ada banyak orang yang semula beragama Budha atau Shinto masuk Kristen mereka senang tetapi mereka tidak suka kalau ada yang masuk Islam.
Namun demikian, Ko Nakata, Shiozaki dan komunitasnya, kerap kali mengundang para intelektual baik Muslim maupun non Muslim untuk mendengarkan dan berdiskusi langsung dengan para pengusung khilafah.
Lokasinya? Di kampus itu juga. Karena pihak kampus tidak bisa melarangnya ketika disampaikan argumen-argumen yang sifatnya akademis. Maka berulangkali juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto diundang ke Jepang untuk menjadi pembicaranya.
Menurut Ismail, hampir-hampir sudah tidak ada kesan bahwa Shiozaki itu orang jepang. "Saya lebih menangkapnya bahwa dia itu seorang Muslim dengan karakter seorang Jepang yang disiplin, kerja keras, serius. Itu yang saya lihat” ungkapnya. Karena karakter dasar orang Jepang yang langsung kompatibel dengan Islam adalah kedisiplinan, kerja keras dan serius.
Dalam kesempatan lain pun Ismail membawa istrinya dan dipertemukan pula dengan istri Shiozaki yang juga mualaf, Sehingga semakin mempererat persaudaraan sesama Muslim.
"Shiozaki dan istrinya ini sangat luar biasa, Insya Allah ini akan menjadi pasangan dai dan daiyah yang tangguh karena keduanya adalah doktor, mudah-mudahan pendidikan yang didapat keduanya di Universitas Islam Internasional di Malaysia itu akan membantu perkembangan dakwah Islam di Jepang” harap Ismail.
Selain para intelektual yang menjadi sasaran dakwahnya, Shiozaki yang sarjana sastra, magister komunikasi, dan doktor teologi itu mencoba meramu dan menyatukan ketiga disiplin itu untuk mendakwahi remaja. Hasilnya? Muncullah sebuah gagasan membuat manga (cerita bergambar ala Jepang) yang ceritanya diarahkan untuk menggugah dan menyadarkan para remaja untuk memahami urgensi khilafah.
Manga tahap rintisan sudah jadi. Versi pendek sekitar 5-10 halaman dan sedang menunggu proses cetak. Cerita ditulis dalam tiga bahasa. Bahasa Indonesia untuk Indonesia, bahasa Jepang untuk di Jepang, dan bahasa Inggris untuk di Barat. Di samping itu, ia pun berencana membuat tema yang sama untuk video game.
Semoga sukses! (Global Muslim)
0 komentar:
Posting Komentar