Bismillahirrahmaanirrahiim
Asyhadu allaa ilaaha illa Allah, wahdahu laa syariikalah. Wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (memerintahkan) apabila menetapkan hukum di antara manusia agar menegakkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sungguh Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (An-Nisa’, 58)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul serta ulil amri di antara kalian. Apabila kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’, 59)
“Tidak ada yang tahu kecuali Allah, berapa malam telah kita lewatkan untuk mengungkap kondisi umat ini dan berbagai fenomena yang melekat pada kehidupan mereka, mendiagnosa berbagai cela dan penyakit-penyakitnya, kemudian mencari resep untuk mengobati penyakit tersebut. Kita betul-betul prihatin melihat kondisi umat ini, sehingga menetes air mata ini. Kita sangat heran kepada mereka-mereka itu, padahal banyak diantara mereka adalah ulama dan cendekiawan, dan orang-orang yang semestinya lebih layak dari kita untuk mengemban amanat ini. Sampai-sampai sebagian dari kita berkata kepada yang lainnya: “Bukankah ini juga salah satu jenis penyakit umat?”, bahkan mungkin penyakit yang paling berbahaya adalah ketika umat tidak menyadari bahwa ia sedang sakit dan tidak berusaha untuk mengobati dirinya. Karena itulah kita bekerja dan berusaha memperbaiki kerusakan tersebut. Dan untuk hal itu, kita mewaqafkan diri kita sebagai para aktifis da’wah yang berjuang untuk menegakkan agama-Nya.” (Imam Syahid Hasan Al-Banna, Risalah “Mu’tamar al-Khamis”)
“Sesungguhnya kebangkitan semua bangsa-bangsa di dunia ini selalu bermula dari kelemahan, sesuatu yang dianggap para pengamat mustahil kaum lemah itu mampu menggapai cita-citanya. Akan tetapi dibalik anggapan kemustahilan tersebut, sejarah sesungguhnya telah mengajarkan kepada kita bahwa kesabaran, keteguhan, kearifan dan kehati-hatian dalam bertindak telah mengantarkan kaum lemah itu merangkak dari ketidakberdayaan menuju puncak keberhasilan dan kejayaan yang dicita-citakan para perancang kebangkitan tersebut. Siapakah yang bisa percaya, bahwa gurun pasir Jazirah Arab yang gersang dan kering kerontang itu akan menjadi mercusuar kegemilangan dan pengetahuan. Dimana pengaruh spiritual dan politik putera-puteranya dapat menguasai Negara-negara adidaya saat itu?”
“Siapakah yang menyangka sebelumnya, bahwa lelaki yang berhati lembut semacam Abu Bakar ra, yang diprotes oleh beberapa sahabatnya karena keputusannya terhadap suatu masalah yang membuat para pendukungnya kebingungan itu, mampu mengirimkan sebelas pasukan dalam sehari, untuk memberantas para pemberontak, meluruskan yang bengkok, memberi pelajaran kepada para pengkhianat, menghancurkan orang-orang murtad dan mengembalikan hak Allah dalam zakat dari orang-orang yang tak mau membayarnya?”
“Siapa yang mengira sebelumnya, bahwa sekelompok kecil yang terdiri dari Ali dan Abbas itu dalam waktu singkat berhasil menumbangkan kerajaan yang kuat dan besar kekuasaannya tersebut? Padahal sebelumnya, setiap hari kelompok kecil itu selalu diintimidasi, diasingkan, diancam pengusiran, bahkan pembunuhan?” (Imam Syahid Hasan Al-Banna, Risalah “Ilaa Ayyi Syai’in Nad’un-Naas”)
“Sesungguhnya kini seluruh penduduk dunia tengah dalam kebingungan dan keguncangan. Sistem-sistem yang ada (Kapitalisme, Liberalisme, Sosialisme dan Komunisme) tidak mempunyai kemampuan untuk memberikan solusi. Tiada solusi bagi persoalan dunia melainkan Islam. Karena itu, tampillah dengan menyebut Asma Allah, untuk menyelamatkan dunia. Seluruh manusia tengah menunggu sang penyelamat. Dan tidak ada yang mampu menyelamatkan mereka kecuali Risalah Islam yang lenteranya kalian bawa dan serukan.” (Imam Syahid Hasan Al-Banna, Risalah “Ilasy-Syahab”)
“Sungguh, masa paling kritis dalam kehidupan suatu bangsa dan masa yang paling perlu mendapat perhatian serius adalah masa transisi dari suatu keadaan menuju keadaan lain. Sebab saat itu platform era baru dibuat, langkah-langkahnya digariskan, dan kaidah-kaidah yang akan dijadikan landasan dibangun. Karena itu, bila perencanaan, kaidah, dan platform ini jelas, baik dan berkualitas; hendaknya umat bergembira dengan datangnya kehidupan panjang dan amal mulia yang selalu dikenang, dan hendaknya para pelopornya bergembira karena mencapai keberuntungan tersebut; karena ia akan memperoleh pahala yang besar, selalu dikenang, ditulis dengan tinta emas dalam sejarah, dan akan menjadi buah bibir yang baik bagi generasi berikutnya.” (Imam Syahid Hasan Al-Banna, Risalah “Nahwan Nuur”)
"Kami menyeru umat kami agar memilih, atau dengan kata yang lebih jelas dan tepat, agar mereka menepati janji kepada Allah dan kepada diri sendiri, hingga mereka mau menegakkan sendi-sendi kehidupan masyarakat dan seluruh aspeknya di atas kaidah-kaidah Islam yang hanif. Dengan begitu masyarakat akan terbebas dari kegelisahan, keguncangan dan kekacauan yang telah menyebar ke segala sektor, dan menghalangi kita untuk dapat mengetahui jalan yang benar dalam memberikan solusi bagi berbagai persoalan, baik internal maupun eksternal. Kami tegaskan, bahwa tiada jalan menuju keselamatan melainkan dengan meyakini orientasi seperti ini, dan melakukan apa saja yang kita sanggup dengan tekad yang kuat dan sesegera mungkin.” (Imam Syahid Hasan Al-Banna, Risalah, “Musykilatuna fi Dhau’in Nizhamil Islami”)
Realitas Objektif
Berlandaskan taujih Rabbani dan taushiyah Imam Syahid tersebut di atas, dengan selalu berusaha menjaga kebersihan hati dan kejernihan fikiran, serta pengamatan objektif, atas dasar kecintaan terhadap da’wah dan jama’ah ini, kami dari Forum Mudzakarah Ulama Al-Hikmah mendapati beberapa masalah prinsipil dalam realitas perjalanan jama’ah yang mengejawantah menjadi Partai Keadilan Sejahtera sejak dideklarasikan hingga saat ini; diantaranya adalah:
- Telah terjadi Degradasi Ideologis serta Dekadensi Moral dan Idealisme yang menyimpang dari Visi dan Misi didirikannya Partai.
Degradasi Ideologis ditandai dengan:
Dalam Visi & Misi Partai
- Statement “Panca Sila & UUD 1945 adalah Final.”
- Statement “Tidak akan Menerapkan Syariat Islam.” (Presiden PKS, Ka DPW DKI dan Ka DPW di bbrp wilayah & daerah dlm pilkada)
Dalam Amandemen UUD 1945
- Hanya 20% dari jumlah anggota Fraksi PKS di DPRRI yang mendukung.
- Sikap Partai dan Fraksi yang tidak jelas terhadap masalah ini.
Dalam Penyusunan RUU dan Revisi UU
- Menyetujui UU APBN yang tidak pro rakyat.
- Menyetujui UU Liberalisasi Migas (Kemudian sebagian pasalnya dibatalkan Mahkamah Konstitusi)
- Menyetujui UU Ketenaga listrikan (Kemudian dibatalkan seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi)
- Menyetujui UU Liberalisasi Sumber Daya Air.
- Menyetujui UU Parpol dan Pemilu yang tidak pro-reformasi.
Dalam Sikap terhadap KKN
- Mengusulkan pengampunan terhadap Soeharto.
- Memaafkan semua kesalahan Soeharto.
- Tidak jelas sikap terhadap pejabat-pejabat atau pengusaha-pengusaha yang terlibat korupsi namun masih berkeliaran.
- Menolak pengungkapan kasus mega skandal korupsi BLBI.
- Terlibat dalam beberapa kasus KKN.
Dalam Kebijakan Koalisi Partai
- Tidak lagi berdasar kesamaan ideologis dan misi, tetapi pragmatisme sempit.
Dalam Pilkada
- Dimunculkannya tokoh-tokoh Eksternal (90%) sebagai Calon Kepala Daerah yang tidak jelas visi, misi, dan track record nya, dengan mengesampingkan kader-kader internal.
Dalam Mahar Politik
- Terlibat kasus “Mahar Politik” (98%) dalam proses Pilpres, pengusulan calon menteri Kabinet, Pilkada Cagub, Cawagub, Cabup, Cawabup, Cawal, Cawawal dan Direksi/Komisaris BUMN.
Dekadensi Moral dan Idealisme ditandai dengan:
Dalam Sikap terhadap Aspirasi Rakyat
- Tidak sensitif dan aspiratif terhadap problema dan tuntutan rakyat. Misal; kasus studi banding, sarana rumah dan mobil, uang-uang tunjangan yang tidak masuk akal.
Dalam Sikap terhadap Kebijakan Pemerintah
- Masuk dalam barisan pendukung pemerintah dan terkooptasi.
- Sikap takut menentang kebijakan pemerintah yang menyakiti rakyat.
- Mendukung kebijakan aneh pemerintah dengan merasionalisasi alasan.
Dalam Sidang-sidang Komisi
- Lemahnya penguasaan materi bahasan dalam raker dengan pemerintah.
- Ketidaksiapan konsep, data, informasi, dan analisa alternatif yang memadai.
- Lemahnya kemampuan komunikasi sosial dan politik dihadapan pemerintah atau fraksi-fraksi lain.
- Kurangnya sikap kritis terhadap usulan kebijakan pemerintah.
Dalam Pansus/Panja
- Ketiadaan konsep RUU yang jelas yang merupakan penerjemahan dari visi misi partai.
- Lemahnya etos juang dalam perdebatan konsep materi dalam pansus/panja.
- Lemahnya argumentasi yang bernas.
- Ketidakberanian berbeda pendapat/ berdebat dalam forum.
Dalam BURT
- Mengusulkan kenaikan beberapa tunjangan dan fasilitas Anggota Dewan, tanpa dibarengi peningkatan kinerja.
Dalam Badan Kehormatan
- Tidak ada sangsi tegas bagi anggota Dewan yang terlibat kasus a-moral, Money Politics, dan uang-uang suap yang beragam jenisnya.
- Terlibatnya beberapa kader di DPR/DPRD tk I/DPRD tk II dalam kasus korupsi.
- Tidak adanya sangsi Partai terhadap Kader yg terlibat kasus Korupsi.
- Sebagian kader yang memegang jabatan struktural dan anggota Legislatif mengalami penyimpangan ghayah, seperti: riya’, ghurur (lupa diri), sombong, egois, haus popularitas, merasa lebih cerdas, lebih pengalaman, lebih luas wawasannya, lebih mengerti syari’ah dan da’wah, terobsesi asesoris duniawi, seperti: jabatan, kehormatan, kekuasaan, dan kekayaan. Ini semua adalah penyakit-penyakit hati yang menyimpangkan para da’i dari tujuan da’wah yang sebenarnya.
- Sebagian kader yang memegang jabatan struktural dan anggota Legislatif mengalami penyimpangan ahdaf, dengan menyatakan bahwa partai da’wah ini tidak akan memperjuangkan syari’at Islam Dengan alasan apapun (politis maupun diplomatis), jelas telah menyimpang dan menyeleweng dari sasaran gerakan da’wah yang utama. Mestinya mereka justru menyebarkan opini tentang kewajiban menegakkan syari’ah bagi setiap muslim, secara massif, bukan malah menyembunyikanya. Apalagi di era reformasi yang setiap orang bebas bicara apa saja karena dilindungi Undang-Undang.
Sementara, Imam Syahid telah mengingatkan dalam risalahnya yang berjudul “Bayna al-Ams wa al-Yaum” (“Antara kemarin dan Hari ini”):
“Ingatlah! Kalian mempunyai dua sasaran utama yang harus diraih: Pertama, membebaskan bumi Islam dari semua bentuk penjajahan asing. Kemerdekaan, adalah hak asasi manusia. Tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang zhalim, durhaka dan tiran.
Kedua, menegakkan di Negara yang dimerdekakan itu, berupa Negara Islam merdeka, yang bebas melaksanakan hukum-hukum Islam, menerapkan sistem sosial, politik, ekonominya, memproklamirkan Undang-Undang Dasarnya yang lurus, dan menyampaikan da’wah dengan hikmah. Selama Negara Islam belum tegak, maka selama itu pula seluruh umat Islam berdosa, dan akan dimintai tanggung jawabnya di hadapan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Besar. Disebabkan keengganan mereka menegakkan syari’at dan Negara Islam, serta ketidakseriusan mereka dalam upaya mewujudkannya.”
Dalam Risalah “Di bawah bendera Al-Qur’an”, beliau menjelaskan tugas dan target gerakan da’wah ini:
“Tugas besar kita adalah membendung arus materialisme, menghancurkan budaya konsumerisme dan budaya-budaya negatif yang merusak umat Islam. Materialisme dan konsumerisme menjauhkan kita dari kepemimpinan Nabi Muhammad saw dan petunjuk Al-Qur’an, menghalangi dunia dari pancaran hidayah-Nya, dan menunda kemajuan Islam ratusan tahun. Seluruh faham dan budaya tersebut harus dienyahkan dari bumi kita, sehingga umat Islam selamat dari fitnahnya.
Kita tidak berhenti sampai di sini. Kita akan terus mengejarnya sampai tempat asalnya, dan menyerbu ke markasnya, hingga seluruh dunia menyambut seruan baginda Nabi Muhammad saw, kemudian dunia ini terselimuti ajaran-ajaran Al-Qur’an, dan nilai-nilai Islam yang teduh menaungi seisi bumi. Pada saat itulah sasaran dan target kaum Muslimin tercapai.”
Dalam menyoroti keadaan negeri-negeri Muslim sekarang ini beliau menyatakan dengan gamblang:
“Sungguh ini merupakan kenyataan yang dapat kita saksikan. Idealitas Undang-Undang Dasar Islam berada di satu sisi, sedangkan realitas objektifnya berada di sisi lain. Karena itu ketidakseriusan para aktifis da’wah untuk memperjuangkan diberlakukannya hukum Islam adalah suatu tindakan kriminal; yang menurut Islam tidak dapat diampuni dosanya kecuali dengan upaya membebaskan sistem pemerintahan dari tangan pemerintah yang tidak memberlakukan hukum-hukum Islam secara murni dan konsekuen.”
Kemudian, apabila partai da’wah ini berkoalisi dengan partai, organisasi, atau komunitas lain yang berbasis ideologi asing, juga berarti telah menyimpang. Karena tugas gerakan da’wah Islam adalah membebaskan umat dari penjajahan atau dominasi asing, baik itu ideologi, politik, ekonomi, maupun sosial. Bukan malah bekerjasama dalam ketidakjelasan maksud dan tujuan.
Para kader atau da’i yang terpengaruh kemudian menganut budaya materialisme dan gaya hidup konsumerisme juga telah menyimpang dan menyeleweng dari sasaran gerakan da’wah ini. Mereka seharusnya memberi contoh berupa keteladanan hidup yang diajarkan Rasulullah saw, sederhana dan santun dalam keinginan dan kebutuhan.
Kesalahan dan dosa mereka hanya bisa ditebus dengan menyosialisasi kewajiban menegakkan syari’at kepada seluruh elemen umat, dan memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh, serta menghindari diri dari sikap dan perilaku materialistis dan konsumtif.
Penyimpangan dalam khithah. Dalam hal ini menjadikan politik sebagai panglima, bukan lagi da’wah. Menitik beratkan pada faktor kuantitas pendukung (bukan kualitas), dengan tujuan mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya dalam pemilu.
Ini merupakan penyimpangan yang membahayakan bangunan da’wah. Sasaran kita bukan sekedar mencari orang yang mau memberikan suaranya di pemilu, tetapi kita membutuhkan orang yang siap mengorbankan harta dan jiwanya di jalan Allah. Kita membutuhkan orang yang sabar, mau berkorban, tabah, bersedia menanggung beban-beban da’wah, memahami kepentingannya dan bertanggung jawab terhadap amanah yang dibebankan kepadanya.
Kita menginginkan orang-orang yang mencari akhirat, bukan mereka yang memburu pangkat. Kita mencari orang-orang yang rindu kampung surgawi, bukan orang-orang yang memburu kekuasaan duniawi. Kita menginginkan orang-orang yang kommit dengan nilai-nilai syar’i, bukan orang-orang yang terobsesi kursi. Kita menginginkan orang-orang yang selalu ingat akan janji Allah, bukan orang yang cepat lupa dengan janji-janji yang dia lontarkan pada waktu kampanye.
Kita tidak menginginkan gerakan da’wah ini dikuasai oleh orang-orang yang berambisi kekuasaan dan harta semata, dengan segala kewenangan dan fasilitasnya. Kita juga tidak butuh orang-orang yang gemar melakukan lompatan-lompatan yang tidak syar’i untuk meraih ambisi-ambisi pribadinya. Tetapi kita butuh orang-orang yang akan bekerja menegakkan Dienullah, dan beriltizam pada syari’at serta menjauhi cara-cara pencapaian tujuan yang tidak syar’i.
Tiadanya perhatian yang layak terhadap aktifitas tarbawi, baik tarbiyah fikriyah, ruhiyah maupun jasadiyah, sehingga menyebabkan rendahnya tingkat pemahaman para kader, yang pada gilirannya tidak bisa melahirkan kader yang mampu membantu meringankan beban jama’ah. Tarbiyah berpengaruh terhadap ketahanan kader dalam menghadapi tantangan dan tuntutan amal di jalan da’wah, baik pada saat-saat kritis yang membutuhkan pengorbanan, maupun ketika panggilan jihad telah dikumandangkan.
Penyebab terabaikannya faktor tarbiyah:
- Aktifitas politik mendominasi seluruh amal da’wah, sehingga waktu, tenaga, fikiran dan dana tersedot ke aktifitas tersebut.
- Tidak terpenuhinya kebutuhan akan murabbi, dan naqib, sehingga menyebabkan rendahnya kualitas pembinaan kader yang berujung pada stagnasi pertumbuhan kader.
- Usrah atau halaqah berubah menjadi forum sosialisasi qadhaya, bukan solusi qadhaya. Usrah hanya menjadi forum mencari info dan pengumuman, padahal semestinya sebagai wadah pembinaan, pembentukan serta perbaikan akhlak, ruhani dan intelektualitas.
- Usrah atau halaqah hanya menjadi wadah untuk membentuk kader-kader da’wah yang tak siap berdialog secara kritis dan analistis, karena lebih ditekankan metode indoktrinasi, ketimbang diskusi.
- Mengabaikan Prinsip “The Right Man on The Right Place” dalam penyusunan struktur jama’ah da’wah dan pemilihan Calon Anggota Dewan.
Penyimpangan ini berbahaya karena menempatkan kader pada struktur jama’ah atau pemilihan Calon Anggota Dewan yang tidak sesuai potensi dan kemampuannya, tetapi berdasarkan “like and dislike”, atau berdasarkan “kontribusi’ material yang bersangkutan kepada partai. Juga memberi amanah atau tugas kepada kader yang tidak sesuai dengan kompetensinya. Hal ini dapat merusak efektifitas gerakan serta menyeret pada ekses-ekses yang dapat melemahkan eksistensi jama’ah dan mempermudah timbulnya berbagai penyakit lain.
Menerima Prinsip dan Ideologi Sekuler.
Rabbaniyah adalah prinsip dasar da’wah setiap gerakan Islam. Da’wah pada hakikatnya memperjuangkan nilai-nilai Rubbubiyah, Uluhiyah, Mulkiyah dengan cara-cara yang diizinkan Rabb dan dicontohkan oleh Rasul-Nya, oleh kader-kader Rabbani(para Murabbi dan mutarabbi), demi mencari ridha Allah. Dengan demikian kita tidak boleh menerima prinsip dan ideologi Sekularisme, Nasionalisme, Pluralisme, Liberalisme, Komunisme, Kapitalisme juga Sosialisme, walaupun diberi embel-embel Islam di belakangnya.
Membiarkan Jama’ah atau Partai Dipimpin dan Dikuasai Orang yang Tidak Jelas.
Gerakan da’wah Islam harus memiliki kepribadian Islam yang jelas, dalam pemahaman, tujuan, langkah dan keputusan-keputusannya. Ia tidak boleh tunduk kepada penguasa. Tidak boleh tergiur oleh harta dan tahta. Musuh-musuh gerakan Islam memiliki cara tertentu untuk menghancurkan gerakan da’wah. Apabila cara-cara fisik dianggap tidak efektif meredam laju gerakan da’wah, maka adakalanya mereka menggunakan cara yang lebih halus tetapi daya rusaknya hebat.
Berkoalisi dengan Pihak Lain dengan Mengorbankan Prinsip dan Tujuan Da’wah
Dengan sebab dan alasan apapun, tidak dibenarkan mengadakan koalisi dengan pihak-pihak yang tidak memiliki kesamaan ideologi, visi dan misi dalam memperjuangkan tegaknya syari’at Allah. Apalagi jika koalisi tersebut harus mengorbankan prinsip-prinsip Islam yang akan diwujudkan melalui perjuangan kita selama ini.
“Mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak, maka mereka pun bersikap lunak pula kepadamu.”(Al-Qalam: 9)
Begitu pula, tidak dibenarkan melakukan koalisi dengan mengorbankan sasaran dan target yang selama ini kita berusaha mencapainya. Kalau hal ini dilakukan, berarti kita telah menjurus kepada penyimpangan dan pergeseran dari prinsip, serta menyeret semua amal dan pengorbanan ke arah yang tidak benar. Bahkan meratakan jalan bagi musuh untuk menguasai dan menentukan arah dan langkah pergerakan kita.
Karena itu, jama’ah atau partai da’wah tidak boleh mengangkat orang-orang yang tidak jelas ideologi perjuangannya menjadi pemimpin. Tidak boleh memberi dukungan kepada orang-orang yang zhalim dan korup. Tidak tunduk kepada mereka karena iming-iming harta dan posisi. Tidak mengadakan perjanjian yang akan membahayakan eksistensi gerakan Islam. Dan tidak memberikan kepercayaan, dukungan dan loyalitas kepada musuh-musuh Allah. Allah telah mengingatkan:
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhiraty, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, walaupun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau kerabat mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan ke dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Mereka akan dimasukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pu ridha terhadap Allah. Mereka itulah Hizbullah (Partainya Allah). Ketahuilah bahwa sesungguhnya Partai Allah itulah yang akan memperoleh kemenangan.” (Al-Mujadalah: 22)
Rekomendasi
Dengan mengharap ridha Allah, dan berdasarkan kecintaan pada da’wah Islamiyah dan jama’ah Ikhwanul Muslimin di Indonesia, setelah memperhatikan berbagai masalah yang bermunculan dan setelah menimbang berbagai hal berdasar kaidah dan dalam koridor syar’i, maka kami dari Forum Mudzakarah Ulama Al-Hikmah merekomendasikan kepada para qiyadah Partai Keadilan Sejahtera, beberapa hal penting sebagai berikut:
- Mengevaluasi kebijakan penetapan paradigma “Al-Hizb huwal Jama’ah wal Jama’ah hiyal Hizb”,yang terbukti telah menimbulkan madharat bagi eksistensi da’wah Islam dan menjatuhkan ‘izzah, kewibawaan, dan martabat jama’ah Ikhwan di kalangan umat Islam di Indonesia; kemudian mengubahnya menjadi paradigma “Al-Hizb huwa juz’un minal Jama’ah.”
- Menjadikan da’wah sebagai Panglima dalam mencapai visi dan misi perjuangan ini, dan mengembalikan arah perjuangan ini kepada visi, misi dan khiththah ashalatul manhaj perjuangan da’wah semestinya.
- Membatasi masa kepemimpinan di Jama’ah dan Partai di semua tingkat elemen struktural maksimal 2 (dua) periode.
- Peningkatan daya kritisisme kader terhadap kebijakan pemerintah, dimulai kebijakan internal Jama’ah dan Partai.
- Menetapkan kebijakan Koalisi berdasar kesamaan ideologis, visi dan misi Partai; bukan berdasar pragmatisme sempit.
- Bersikap tegas terhadap segala jenis bentuk KKN, Money Politics, dan meninggalkan budaya “mahar politik” dalam setiap proses pemilihan pejabat Pemerintahan Pusat & Daerah, maupun BUMN.
- Membentuk tim khusus untuk audit internal bagi para pejabat struktur maupun calon pejabat struktur Partai dan Jama’ah, juga bagi para anggota legislatif dan pejabat di pemerintahan pusat dan daerah.
Demikianlah rekomendasi yang dapat kami sampaikan kepada para qiyadah Partai Keadilan Sejahtera, demi tercapainya kita kepada tujuan da’wah yang mulia dan suci.
Khatimah
“Sungguh Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Ar-Ra’d, 11)
“Inilah hukum dan sunnatullah yang berlaku dalam kehidupan makhluk-Nya. Dan tidak akan pernah ada perubahan dan hukum dan sunnatullah itu. Demikian pula yang telah dijelaskan Rasulullah saw dalam haditsnya yang mulia, diriwayatkan oleh Abu Dawud:
“Akan datang suatu masa dimana umat lain akan memperebutkan kalian, sama seperti anjing-anjing yang memperebutkan makanan di nampan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Apakah karena jumlah kita sdedikit pada waktu itu?” Rasulullah menjawab, “Justru jumlah kalian ketika itu sangat banyak, tetapi kalian itu bagai buih yang mengapung di atas arus air. Sungguh Allah akan mencabut dari dada musuh kalian rasa takut terhadap kalian, dan sungguh Allah akan menanamkan “Wahn” dalam hati kalian.” Sahabat bertanya, “Apakah ‘wahn’ itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab: “Cinta dunia dan takut mati.”
“Sesungguhnya suatu umat yang selalu terbuai dalam kenikmatan, terlena oleh kemewahan, tenggelam oleh tenggelam dalam kemilau harta, dan tertipu oleh pesona bunga-bunga dunia, serta lupa pada kemungkinan menghadapi tragedi dan lalai berjuang menegakkan kebenaran; kepada mereka itu katakanlah: “Selamat jalan kemuliaan dan kehormatan..!” (Imam Syahid Hasan Al-Banna, Risalah “Ilaa Ayyi Syai’in Nad’un Naas”).
Mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla selalu melindungi dan menunjuki kita ke arah Shiratal Mustaqim. Hasbunallahu wani’mal wakil, ni’mal mawla wa ni’man-nashir.
Wallahu a’lam bish-shawwab.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakaatuh.
Jakarta, 19 Oktober 2008/ 19 Syawal 1429 H
Forum Mudzakarah Ulama Al-Hikmah